Bermula dari kebiasaan


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد للله و شكر الله ل هذه نعمة و صلاة و سلام على رسول الله صل الله عليه وسلام و على اله و اصحابه اجمعين

Alhamdulillah,

Sahabat kali ini kita masih beruntung, karena telah dipilih oleh Allah untuk dapat meneguk nikmatnya ilmu yang insyallah akan disampaikan melalui tulisan ini.

Di awal subuh menunggu waktu sahur, sebelum adzan berkumandang. Terbesit sebuah lintasan pikiran yang ada kalanya datang tak menentu arah. Segera saja lengan disingsingkan, lalu mengambil air wudhu, sembari diawali dengan bismillah. Kesegaran itu datang kembali. Memberikan pencerahan kepada syaraf yang ada dikepala, hingga ke sekujur tubuh, masih terasa dinginnya sampai sekarang.

Memang sudah sepatutnya seperti itu. Qta perlu bersegera kembali ke rel utama. Antisipasi dengan hal yang memang perlu dilakukan. Jangan sampai terlena, lalu terlewat dari waktu sahur.

Alkisah ada sebuah kerajaan yang didalamnya terdapat salah seorang ksatria yang terbiasa berlatih pedang semasa ia muda. Setiap pagi ia berlatih bersama dengan kawannya di ruang belakang istana. Begitu tekunnya ia berlatih, sampai-sampai ia lupa untuk makan pagi. Kebiasaannya ini terus menerus terbentuk sehingga usia cukup dewasa ia masih saja melakukan hal yang kurang lebih sama, berlatih, dan terlupa.

Beruntungnya, ksatria ini dengan tekunnya berlatih ia mampu menguasai permainan pedang dengan benar. Sehingga ketika musuh datang menyerang kerajaan peperangan yang tak terhindar pun terjadi. Dan dengan semangatnya yang gebu-gebu, ksatria ini mampu menumpas banyak musuh dengan lihainya!

Kemahiran ini ia bentuk melalui kebiasaan. Kita pun memiliki kesempatan yang sama dari hal tadi. Terlepas dari keterlambatan jam makan yang telah disebutkan diatas. Dimana pun sahabat berada, kalau sudah jelas memiliki agenda suatu aktifitas yang sengaja dirutinkan, maka akan terbentuk dengan sendirinya, karena terbiasa. Itulah sebabnya kita sering mendengar, “alah bisa, karena biasa”.

Bagaimana dengan lisan ini? Dengan pendengaran ini? Dengan pengelihatan ini? Setiap satunya Allah berikan kesempatan untuk disyukuri. Yaitu digunakan sesuai porsinya. Sesuai tuntunannya. Sesuai perintahNya. Dan adakah Dia memerintahkan kita untuk berlaku buruk? Tentu tidak. Kalau begitu, jelas bahwasanya kesyukuran yang dapat digapai dari kepribadian yang ada saat ini adalah membiasakan berbuat baik, berkata-kata baik, mendengarkan dengan baik, melihat pun sesuatu yang baik-baik.

Coba kita sengaja meniatkan mulai dari hari ini, ingin membentuk kepribadian yang unggul untuk masa hadapan, masa yang lebih baik lagi esok!
Kalaulah kemarin sahabat sekalian sering mendengarkan ucapan-ucapan kebun binatang yang otomatis terucap dari lisan ini. Kalaulah kemarin-kemarin sahabat sekalian masih sering terbawa keadaan sekitar yang amat mudah bersumpah serapah, kali ini... kita coba untuk ganti. Dengan apa? Dengan hal-hal yang baik-baik. Menurut siapa? Menurut tuntunan Allah dan RasulNya.

Coba perhatikan salah satu hadist yang ditulis dalam kitab arba’in berikut ini;

عن انّوّاس بن سمعان رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: البرّ حسن الخلق والإثم ما حاك في نفسك و كرهت أن يطّلع عليه النّاس : رواه مسلم
(Dari Annas ibn Sam’an r.a. bahwa nabi saw berkata; Kebaikan itu akhlak terbaik. Dan keburukan ialah apa-apa yang meragukan dalam diri. Dan engkau tinggalkan itu ketika orang lain mengetahuinya. HR: Muslim)

Sahabat, kalaulah bertutur kata yang tidak pantas dibelakang orang lain. Berbicara tentang keburukannya, lantas kita diam ketika seseorang itu menghadap kita, lalu kita melakukan lagi hal yang tidak pantas dibelakangnya. Apakah hal ini patut untuk dilakukan terus menerus? Sahabat, lisan ini begitu kecil mungil tetapi luar biasa sakitnya apabila ia mengutarakan tutur kata yang tidak pantas diucapkan. Kalaulah dari lisan saja kita belum mampu bersyukur, lalu bagaimana dengan anggota badan kita yang lainnya? Bukankah Allah memberikan seluruhnya ini pada kita Cuma-Cuma (tak ada biaya)? Nikmat sekali kita menerimanya?

Dalam qur’an disebutkan;
ثمّ لتسئلنّ يومئِذعن النعيم
(Kemudian kamu benar-benar akan ditanya mengenai kenikmatan pada hari ini. Q.S 102:8)

Duhai, cukuplah. Sampai sini saja keburukan yang sering qta perbuat. Jangan tambah lagi catatan-catatan yang tak pantas kepada malaikat Raqib & Atid. Meskipun itu tugas mereka mencatat amal baik & buruk seseorang. Kita tak mau hari akhir kelak Allah mengungkapkan tentang keburukan-keburukan kita.

Mari Kita coba ganti sholat yang bolong-bolong, menjadi lebih intens lagi, dari yang fardu tapi munfaridan, menjadi jama’atan, berjama’ah. Dari yang malas-malasan, menjadi penyemangat! Kita tinggalkan pula keburukan-keburukan lalu, dengan kebaikan-kebaikan yang lebih baik. Ketika dulu tanpa ilmu, sekarang ditambah dengan ilmu. Ketika dulu tak ada langkah bisu, sekarang kita sertakan langkah dengan semangat maju. Mudah-mudahan dari baiknya shalat, dan juga amal kita sehari-hari, kita mampu menjadikan keadaan kita dan lingkungan kita lebih baik lagi kedepan, insyallah.

Terakhir, kita tutup kesempatan kali ini dengan tasbih kiffarah.
 
سبحانك اللهم وبحمدك اشهدان لااله الا انت استغفرك واتوب اليك

Comments

Popular posts from this blog

Dalam Keadaan Apapun Mintalah PadaNya

Perlunya akan sebuah hikmah